,
Liburan saya adalah liburan paling basi sedunia. Ternyata, ayah saya udah bosen juga ngeliat saya yang selama liburan ini berwajah kuyu karena bete cuma bolak balik dari depan tivi ke depan komputer ke depan tivi ke depan komputer lagi ke meja makan lalu ke tempat tidur (ya saya kira begitu kurang lebih siklusnya). Ada waktu senggang dikit diantara kepadatan jam terbang ayah saya (kalong kali ah terbang) dan beliau akhirnya menggunakannya untuk mengajak saya,mama dan adik saya ke Pelabuhan Ratu, sebuah pantai yang cukup terkenal (saya tahu walaupun saya terlalu norak karena belum pernah mengunjunginya). Tapi entah mengapa kami tiba-tiba berubah haluan, mama saya bilang, anak bibi saya baru saja melahirkan anak pertamanya (padahal anak bibi saya itu baru berusia 20 tahun), jadi kami akan mengantarkannya pulang kampung ke Cingkangkareng (kampung yang namanya sempet beken karena longsor) Cianjur dan sekalian berlibur ke Ciwidey yang konon kata adik bibi saya cukup dekat dari kampungnya. Perjalanan ke Cianjur kami tempuh melalui Jonggol (tempat yang saya kira hanya mitos dari guyonan garing temen-temen SD saya) Sebenarnya saya juga punya saudara yang tinggal disana, dan saya kira kampung Cingkangkareng ini tak berapa jauh dari pusat kota Cianjur tempat saudara saya tinggal (yah ngesot dikitlah, segede apa sih Cianjur mah). Tapi apa yang saya duga salah besar, ternyata untuk sampai ke desa Cingkangkareng, kami harus berjalan terus ke selatan Cianjur melewati perkebunan teh, jalan sempit yang berliku-liku, (bikin mabok tentunya apalagi buat orang kampung seperti bibi saya) perjalanan tak berhenti sampai disitu, untuk tiba dirumah bibi saya, kami melalui jalanan rusak ditengah hutan lebat, yang ditempuh sekitar 1.5 jam. Selesai menyusuri jalanan kampung itu, kami masih harus menuruni jalan setapak untuk tiba dirumah bibi saya (tanpa mobil) dan akhirnya, terlihatlah rumah kecil yang jauuuuuhhh dari keramaian itu. Kami berangkat jam 7 pagi dan tiba dirumah bibi saya pukul setengah 2 siang. Langsung saya ambil air wudhu dan menjama' solat dzuhur dan asar. Usai solat ternnyata kami sudah disuguhi setumpuk makanan kampung yang enaaaak bangeeet (daun singkong, daun pepaya, buncis, ikan asin dan sambel ditambah nasi panas yang diwadahi boboko -sejenis bakul-)gatau kenapa itu daun pepaya ga kerasa pait samasekali. Saya makan dengan lahapnya ga pake malu, kelewat laper dan sudah tergiur dengan aroma sambelnya yang menggoda. Abis makan, kita cabut ke Ciwidey (Bandung), menurut cerita adiknya bibi saya, untuk ke Ciwidey, kami hanya perlu melewati satu jalan lurus tanpa berbelok-belok dan jaraknya hanya sekitar 50 km dari Cingkangkareng. Berbekal pengetahuan pas-pasan dari adik bibi saya yang mungkin hanya pernah mendengar cerita dari orang-orang sekampungnya tentang Ciwidey (belum pernah tau Ciwidey dimana dan kayak apa) kami pun berangkat. Ditengah perjalanan menuju Ciwidey, kami sempat melintas didepan lokasi longsor yang sempet bikin kampung Cingkangkareng se beken LunMay, pantas aja tim SAR begitu kesulitan mengevakuasi korban yang tertimbun, karena longsoran ini bukan berupa tanah yang mudah digali melainkan tumpukan batu-batu sebesar rumah, dan sekarang, saya melihat sendiri batu batu gede yang pernah ngeksis cukup lama di layar tivi saya. Perjalanan dilanjutkan, sepanjang jalan saya melihat banyak sekali air terjun kecil, air nya bening sebening air mata saya (woelah) mengalir turun dengan anggunnya dari ketinggian, kemudian jatuh ke sungai dan menciptakan suara damai ketika menabrak bebatuan sungai (udahan ah melankolisnya) kalo di sunda mah disebutnya curug (pake G jangan pake K). Anak-anak sungai mengalir deras ke hilirnya karena hujan lumayan lebat dan membuat volume air bertambah. Kami terus jalan lurus mengikuti petunjuk dari adik bibi saya (yaiyalah orang belok kanan aja jurang) dan ternyata jalan lurus yang kami kira seperti jalan raya jauh sekali dari apa yang dibayangkan. Jalannya berbatu-batu, terkadang licin, menanjak, menurun, menikung tajam, sebelah kanan jurang dalam, jauh dari pemukiman penduduk, ga ada sinyal, ga ada wi fi apalagi PIM. Kami terjebak dijalanan super rusak yang tak terbayangkan,off road setengah mati, tapi kami tempuh dengan mobil semi sedan kami yang imut imut (kalo mobil ini bisa mengeluarkan air mata, mungkin dia udah nangis darah menyusuri jalan yang bukan medannya sama sekali ditumpangi 3 sapi -saya ayah dan mama- dan 1 kambing -adik saya- yang terus ngoceh karena mual sepanjang perjalanan) .Ditengah himpitan jurang dan hutan lebat, jarang sekali kami temukan adanya tanda-tanda kehidupan, sesekali kami menemukan rumah yang jauh dari rumah lainnya, berdiri sendiri di tengah hutan hanya dengan lampu 5 watt yang udah kicap kicep (hampir mati). Tergelitik pertanyaan yang begitu penting di otak saya (apa penghuninya tau Starbucks? Pernah ga ya dia nyobain pedesnya wasabi si Sushi Tei? atau, suka ga ya dia duduk berjam-jam di cafe cuma untuk numpang browsing gratis pake wi fi? dan seketika saya kangen Starbucks) terdasar lah saya bahwa tempat ini jauh banget dari Cilandak Town Square :'( . Hujan lebat memperburuk suasana, belum lagi kabutnya begitu tebal dan mengurangi jarak pandang, kami berdoa, semua terdiam mengabaikan rasa mual karena jalan dan cuaca yang tak bersahabat,tak ada ocehan yang ada hanya suara suara lembut memuji Allah. Perjalanan semakin menegangkan tatkala hari menjelang malam, tanpa penerangan dari rumah penduduk, kami melalui terus jalan one way itu (alias cuma bisa dilewatin satu mobil) walau tak tahu kemana jalan ini akan bermuara, untuk bertanya pun sulit sekali menemukan seseorang yang tengah melintas, jadi kadang-kadang kami memilih jalan atas keputusan bersama alias musyawarah dan tentunya dengan bantuan doa hahahaha. Setelah melalui perjalanan yang super mengsankan di rimba belantara, ditengah himpitan jurang dan pepohonan lebat, kami pun tiba di Ciwidey, nah THIS IS THE SHOW THIS IS IT!
0
komentar